26 Mei 2009

Cara Baru untuk Mengobati Depresi


a-317567Sebuah Penemuan yang dapat menolong orang yang gagal mengatasi depresi dengan menggunakan obat anti depresi yang ada.

Suatu target baru untuk mengobati depresi, yang ditemukan oleh peneliti di Iowa, menawarkan suatu alternative antidepresan tertentu, dengan menggunakan mekanisme lain untuk mengobati kondisi tersebut.

“Isu mekanisme sangat penting karena jika seorang pasien tidak bereaksi terhadap satu obat, kesempatan mereka menanggapi obat lain yang bekerja terus menerus dengan mekanisme yang sama menjadi rendah,” menurut Yohanes A. Wemmie, yang memimpin tim riset. Wemmie adalah seorang Guru Besar psikiatri dan bedah urat saraf di University of Iowa dan seorang peneliti dan dokter staff di Iowa City Veterans Affairs Medical Center.

Wemmie beserta timnya focus pada jalur biokimia yang meliputi ASIC (acid-sensing ion channel) protein yang terdapat pada neurons. ASICS diaktipfan oleh satuan listrik positif yang dipercaya bertindak sebagai neurotransmitters ( C&En, Jan. 14, 2008, halaman 10). Wemmie dan para rekan kerja nya berkonsentrasi pada kelas ASIC1a dari saluran ion ini, yang mana banyak terdapat di daerah otak ynag berhubungan dengan mood.

Kelompok riset sebelumnya melakukan uji coba terhadap tikus-tikus yang mana aktivitas ASIC1a dihubungkan dengan kegelisahan yang sering disertai depresi. Di pekerjaan yang baru, peneliti menunjukkan bahwa tikus-tikus yang kekurangan gen ASIC1a lebih sedikit peka dibanding tikus-tikus yang normal terhadap depresi yang disebabkan oleh stress. Pada percobaan kedua, peneliti memperlakukan tikus-tikus normal dengan A-317567, suatu percobaan inhibitor ASIC di Abbott Laboratories tengah mempelajari untuk pengobatan sakit/luka. Tim Wemmie melaporkan bahwa ASIC1a menghalangi dengan cara memproduksi efek antidepressant di binatang (J. Neurosci. 2009, 29, 5381).

“Jika kita temukan jalan untuk menghalangi saluran atau untuk mengontrol pH diharapkan akan menghalangi pengaktifan ASIC pada manusia,” kata Wemmie, ” ini dapat memberikan suatu kesempatan baru untuk mengurangi depresi pada pasien.”

“Pengembangan dari antidepressants itu adalah perlakuan pada target molekul lain di dalam otak kan menjadi suatu terobosan penting,” komentar Yohanes F. Cryan, ahli farmasi yang mempelajari pengobatan depresi di University College Cork, di Irlandia, tetapi tidak bergabung dengan pekerjaan di Lowa. Suatu paradigma pengobatan baru yang mungkin membantu lebih dari sepertiga pasien yang tidak efektif terhadap antidepressant tertentu, ia menambahkan.

Sumber: http://pubs.acs.org/cen/news/87/i18/8718notw3.html

PERNAFASAN

atau secara adalah merupakan penyakit yang menyerang balita dan sekian dari beberapa korban harus di rawat inap di rumah sakit karena penyakit yang membahayakan. Serangan di saluran pernapasan pada masa bayi dan anak bisa menimbulkan kecacatan hingga dewasa.

Kematian yang ditimbulkan dari antara 20 persen hingga 30 persen, dan merupakan masalah kesehatan yang jangan diabaikan karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang tinggi yaitu 1 dari 4 kematian yang terjadi. Jadi bisa diperkirakan mengalami 3 hingga 6 episode setiap tahun. Kemudian bisa di presentasikan sekitar 40 persen hinggan 60 persen dari kunjungan di Puskesmas adalah penyakit . Ini adalah kematian yang terbesar pada umumnya karena pneumonia dan bayi kurang dari 2 bulan.

Penyakit ini dapat ditularkan melalui udara pernapasan yang mengandung kumat yang terhirup orang sehat lewat saluran pernapasan. Viruslah yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang sering terjadi pada semua golongan masyarakat di musim dingin. Akan tetapi yang tidak ditangani secara lanjut, akan menjadi momok sebuah pneumonia yang menyerang anak kecil dan balita apabila terdapat zat gizi yang kurang dan ditambah dengan keadaan lingkungan yang tidak bersih. Beban Immunologis yang besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, tidak tersedianya atau pemakaian berlebih antibiotik dan meningkatnya infeksi silang yang merupakan resiko utama pada anak - anak dan balita.
Well … Penyakit ini bisa di kenali dengan tanda atau gejala yang ditimbulkan yaitu :
1. Suara nafas lemas bahkan hilang dan seperti ada cairan sehingga terdengar keras, ada gejala sesak yang kebiruan, nafas cuping hidung atau nafas dimana hidungnya tidak lubang, tertariknya kulit kedalam dinding dada atau bisa disebut retraksi dan yang tidak teratur serta cepat.

2. Gagal jantung, hipotensi, hipertensi, denyut jantung kadang cepat kadang lemah yang terdapat di sistem peredaran darah dan jantung.

3. Kejang dan koma, bingung, sakit kepala, mudang terangsang, sering gelisah yang yang menyerang di sistem syaraf

4. Letih dan sering berkeringat banyak.

Untuk anak dengan umur 2 bulan hingga 5 tahun yaitu kejang, intensitas kesadaran menurun, stridor, gizi buruk dan tidak bisa minum. Sedangkan untuk anak dibawah 2 bulan yaitu kemampuan minum yang menurun secara drastis yang biasanya kurang dari setengah volume dari setiap kebiasaan, mengi, mendengkur demam, dingin dan intensitas kesadaran menurun.

Sumber dari ( Wikipedia, Halalguide, dan Benih )

SISTEM SARAF TEPI

Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadai dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat.

1. Sistem Saraf Sadar

Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang.

Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:

Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8

lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12

empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan 10.

Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling penting.

Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang saraf ekor.

Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu sebagai berikut.

a. Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang mempengaruhi bagian leher, bahu, dan diafragma.
b.Pleksus brachialis mempengaruhi bagian tangan.
c. Pleksus Jumbo sakralis
yang mempengaruhi bagian pinggul dan kaki.

2. Saraf Otonom

Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.

Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu.

Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan “nervus vagus” bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.

Tabel fungsi saraf otonom

Parasimpatik

Simpatik

  • mengecilkan pupil
  • menstimulasi aliran ludah
  • memperlambat denyut jantung
  • membesarkan bronkus
  • menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan
  • mengerutkan kantung kemih
  • memperbesar pupil
  • menghambat aliran ludah
  • mempercepat denyut jantung
  • mengecilkan bronkus
  • menghambat sekresi kelenjar pencernaan
  • menghambat kontraksi kandung kemih

bactery

« Escherichia coli | Main | Perspective »

The Doomsday Bomb: Bacteria or Nuclear?

Penicillin in WW2

I've been thinking a lot about bacteria lately.

With a stepdaughter in the hospital with a limb threatening Staph infection, and the latest E.Coli outbreak from scallions in Taco Bell, its become abundantly clear that we are under attack.

The scary part is, we may be losing the war, and its our own undoing. People tend to look at large threats with greater urgency than the smallest most insidious ones. Nuclear war, terrorism, and global warming tend to be the biggest worry points for many people.

But I think we are looking at an even bigger threat, and possibly a looming world population crash due to bacteria becomng increasingly resistant to antibiotics. My stepdaughter's Staph infection is a perfect example. She's been in Enloe now for over a week, getting antibiotics in an IV, the most powerful stuff they have, and it's only slowly making a dent in the infection.

GeneralBacteria.jpg

The problem is, bacteria can evolve new defense strategies at lightning speed. Since antibiotics were first introduced with Penicillin during World War 2, bacteria has lived millions of lifetimes and has evolved strategies to resist it, whereas some humans haven't completed one lifetime, such as our surviving WW2 vets.

Today, the battlefield killer, Staphylococcus. aureus, has become resistant to many commonly used antibiotics. In the UK, only 2% of all S. aureus isolates are sensitive to penicillin with a similar picture in the rest of the world.

And we are making the problem worse. In addition to overprescribing antibiotics for things like the common cold (a viral infection which antibiotics don't affect), and with people often not taking a full course of antibiotics (they feel better then stop) we are also training a new army of bugs with everyday occurances, like handwashing. For every million bacteria we kill, a few survive, and they go on to reproduce and carry on the resistance.

Antibiotic soap

While medical antibiotics are regulated, antibiotics in hand soap are not, and they are ending up in our rivers, streams, and water supply. Here is an except from a University of Cincinnati study that says the Ohio river is now becoming rife with antibiotic resistant bacteria.

The microbiology done...found that bacteria in the river were resistant to three common antibiotics: ampicillin, streptomycin and tetracycline. Streptomycin resistance was most common. "The frequency of resistance was startling to us."

We are training a big army of bugs for a war that we may not win. They can outwit us, out produce us, and out survive us. Bacteria have been around far longer than we have and can survive, even flourish in the most hostile environments earth has to offer.

05 Mei 2009

FUNGSI REPRODUKSI PRIA,HORMON SEX PRIA DAN GLANDULA PINEALIS

The male reproductive system, like that of the female, consists of those organs whose function is to produce a new individual, i.e., to accomplish reproduction. This system consists of a pair of testes and a network of excretory ducts (epididymis, ductus deferens (vas deferens), and ejaculatory ducts), seminal vesicles, the prostate, the bulbourethral glands, and the penis.
illu_repdt_male Fungsi reproduksi pria dapat dibagi dalam tiga subgolongan utama: pertama, spermatogenesis, yang hanya berarti pembentukan sperma; kedua, pelaksanaan kerja seksual pria; dan ketiga, pengaturan fungsi seksual pria oleh berbagai hormone. Yang berhubungan dengan fungsi reproduksi ini adalah efek hormone seks pria pada organ seks tambahan, pada metabolisme sel, pada pertumbuhan, dan pada fungsi tubuh lain.

Anatomi Fisiologi Organ Seks Pria.

Testis terdiri dari sejumlah besar tubulus seminiferus yang berkelok-kelok, tempat sperma dibentuk. Sperma kemudian dikosongkan ke dalam epidimis, dan kemudian menuju vas deferens, yang membesar pada ampula vas deferens segera sebelum vas masuk ke badan kelenjar prostate. Vesika seminalis, masing-masing terletak di tiap sisi prostate, bermuara dalam ujung prostatik ampula, serta isi dari kedua ampula dan vesika seminalis berjalan masuk duktus ejakulatorius yang masuk ke dalam badan kelenjar prostate untuk bermuara ke dalam uretra interna. Duktus prostatikus selanjutnya bermuara ke dalam duktus ejakulatoris. Akhirnya uretra merupakan penghubung terakhir ke luar. Uretra disuplai dengan mucus yang berasal dari banyak kelenjar Littre kecil, yang terletak sepanjang uretra dan juga dari kelenjar bulbouretralis besar bilateral yang terletak dekat pangkal uretra.

The male gonads, testes, or testicles, begin their development high in the abdominal cavity, near the kidneys. During the last two months before birth, or shortly after birth, they descend through the inguinal canal into the scrotum, a pouch that extends below the abdomen, posterior to the penis. Although this location of the testes, outside the abdominal cavity, may seem to make them vulnerable to injury, it provides a temperature about 3° C below normal body temperature. This lower temperature is necessary for the production of viable sperm.The scrotum consists of skin and subcutaneous tissue. A vertical septum, or partition, of subcutaneous tissue in the center

divides it into two parts, each containing one testis. Smooth muscle fibers, called the dartos muscle, in the subcutaneous tissue contract to give the scrotum its wrinkled appearance. When these fibers are relaxed, the scrotum is smooth. Another muscle, the cremaster muscle, consists of skeletal muscle fibers and controls the position of the scrotum and testes. When it is cold or a man is sexually aroused, this muscle contracts to pull the testes closer to the body for warmth.
Structure

Each testis is an oval structure about 5 cm long and 3 cm in diameter. A tough, white fibrous connective tissue capsule, the tunica albuginea, surrounds each testis and extends inward to form septa that partition the organ into lobules. There are about 250 lobules in each testis. Each lobule contains 1 to 4 highly coiled seminiferous tubules that converge to form a single straight tubule, which leads into the rete testis. Short efferent ducts exit the testes. Interstitial cells (cells of Leydig), which produce male sex hormones, are located between the seminiferous tubules within a lobule.
Spermatogenesis

Sperm are produced by spermatogenesis within the seminiferous tubules. A transverse section of a seminiferous tubule shows that it is packed with cells in various stages of development. Interspersed with these cells, there are large cells that extend from the periphery of the tubule to the lumen. These large cells are the supporting, or sustentacular cells (Sertoli’s cells), which support and nourish the other cells.

Early in embryonic development, primordial germ cells enter the testes and differentiate into spermatogonia, immature cells that remain dormant until puberty. Spermatogonia are diploid cells, each with 46 chromosomes (23 pairs) located around the periphery of the seminiferous tubules. At puberty, hormones stimulate these cells to begin dividing by mitosis. Some of the daughter cells produced by mitosis remain at the periphery as spermatogonia. Others are pushed toward the lumen, undergo some changes, and become primary spermatocytes. Because they are produced by mitosis, primary spermatocytes, like spermatogonia, are diploid and have 46 chromosomes.

Each primary spermatocytes goes through the first meiotic division, meiosis I, to produce two secondary spermatocytes, each with 23 chromosomes (haploid). Just prior to this division, the genetic material is replicated so that each chromosome consists of two strands, called chromatids, that are joined by a centromere. During meiosis I, one chromosome, consisting of two chromatids, goes to each secondary spermatocyte. In the second meiotic division, meiosis II, each secondary spermatocyte divides to produce two spermatids. There is no replication of genetic material in this division, but the centromere divides so that a single-stranded chromatid goes to each cell. As a result of the two meiotic divisions, each primary spermatocyte produces four spermatids. During spermatogenesis there are two cellular divisions, but only one replication of DNA so that each spermatid has 23 chromosomes (haploid), one from each pair in the original primary spermatocyte. Each successive stage in spermatogenesis is pushed toward the center of the tubule so that the more immature cells are at the periphery and the more differentiated cells are nearer the center.

illu_testis
Spermatogenesis (and oogenesis in the female) differs from mitosis because the resulting cells have only half the number of chromosomes as the original cell. When the sperm cell nucleus unites with an egg cell nucleus, the full number of chromosomes is restored. If sperm and egg cells were produced by mitosis, then each successive generation would have twice the number of chromosomes as the preceding one.

The final step in the development of sperm is called spermiogenesis. In this process, the spermatids formed from spermatogenesis become mature spermatozoa, or sperm. The mature sperm cell has a head, midpiece, and tail. The head, also called the nuclear region, contains the 23 chromosomes surrounded by a nuclear membrane. The tip of the head is covered by an acrosome, which contains enzymes that help the sperm penetrate the female gamete. The midpiece, metabolic region, contains mitochondria that provide adenosine triphosphate (ATP). The tail, locomotor region, uses a typical flagellum for locomotion. The sperm are released into the lumen of the seminiferous tubule and leave the testes. They then enter the epididymis where they undergo their final maturation and become capable of fertilizing a female gamete.

Sperm production begins at puberty and continues throughout the life of a male. The entire process, beginning with a primary spermatocyte, takes about 74 days. After ejaculation, the sperm can live for about 48 hours in the female reproductive tract.
SPERMATOGENESIS

Spermatogenesis terjadi pada semua tubulus seminiferus selama kehidupan seks aktif, mulai rata-rata pada usia 13 tahun, sebagai akibat perangsangan oleh hormone-hormon gonadotropin adenohipofisis dan terus berlangsung selama hidup.

• Langkah-langkah spermatogenesis

Tubulus seminiferus, mengandung banyak sel epitel germinativum yang berukuran kecil sampai sedang yang dinamakan spermatogonia, yang terletak dalam dua sampai tiga lapisan sepanjang pinggir luar epitel tubulus. Sel-sel ini terus mengalami proliferasi untuk melengkapi mereka kembali, dan sebagian dari mereka berdiferensiasi melalui stadium-stadium definitive perkembangan untuk membentuk sperma.

Stadium pertama spermatogenesis adalah pertumbuhan beberapa spermatogonia menjadi sel yang sangat besar yang dinamakan spermatosit. Kemudian spermatosis membelah dengan proses meiosis membentuk dua spermatosit, masing-masing mengandung 23 kromosom. Spermatid tidak membelah lagi tetapi menjadi matur selama beberapa minggu untuk menjadi spermatozoa.

Kromosom Seks.

Pada setiap spermatogonium, salah satu dari 23 pasang kromosom membawa informasi genetic yang menentukan seks dari turunan akhir. Pasangan ini terdiri dari satu kromosom “X”, yang dinamakan kromosom wanita dan satu kromosom “Y”, kromosom pria. Selama pembelahan mitosis, kromosom penentu seks dibagi diantara spermatid sehingga separoh sperma menjadi sperma pria yang mengandung kromosom “Y” dan setengah lainnya sperma wanita yang mengandung kromosom “X”. Kelamin dari keturunan ditentukan oleh jenis sperma mana yang mengadakan fertilisasi pada ovum.

Pembentukan Sperma.19471

Bila spermatid pertama kali dibentuk, mereka masih mempunyai sifat umum sel epiteloid, tetapi segera sebagian besar sitoplasmanya menghilang, dan setiap spermatid mulai memanjang menjadi spermatozoa, terdiri atas kepala, leher, badan, dan ekor. Untuk membentuk kepala, zat inti memadat menjadi suatu massa yang padat, dan membrane sel berkontraksi sekitar inti. Ini adalah zat inti yang melakukan fertilisasi ovum.

Di depan kepala sperma terdapat struktur kecil yang dinamakan akrosom, yang dibentuk dari aparatus golgi serta mengandung hialuronidase dan protease yang memegang peranan penting untuk masuknya sperma ke dalam ovum.

Sentriol mengelompok pada leher sperma dan mitokondria tersusun berbentuk spiral dalam badan.
male_reproductive_hormone_chartYang menonjol ke luar tubuh adalah ekor panjang, yang merupakan pertumbuhan keluar dari salah satu sentriol. Ekor hampir mempunyai struktur yang hampir sama seperti silia. Ekor mengandung dua pasang mikrotubulus yang turun ke tengah dan sembilan mikrotubulus ganda yang tersusun sekitar pinggir. Ekor diliputi oleh perluasan membrane sel, dan mengandung banyak adenosine trifosfat, yang niscaya memberi energi pergerakan ekor. Pada pengeluaran sperma dari saluran genitalis pria ke dalam saluran genitalis wanita, ekor mulai bergerak bolak-balik dan bergerak spiral pada ujungnya, memberikan pendorongan yang menyerupai ular yang menggerakkan sperma ke depan dengan kecepatan maksimum sekitar 20 sentimeter per jam.

The penis, the male copulatory organ, is a cylindrical pendant organ located anterior to the scrotum and functions to transfer sperm to the vagina. The penis consists of three columns of erectile tissue that are wrapped in connective tissue and covered with skin. The two dorsal columns are the corpora cavernosa. The single, midline ventral column surrounds the urethra and is called the corpus spongiosum.
illu_penis
The penis has a root, body (shaft), and glans penis. The root of the penis attaches it to the pubic arch and the body is the visible, pendant portion. The corpus spongiosum expands at the distal end to form the glans penis. The urethra, which extends throughout the length of the corpus spongiosum, opens through the external urethral orifice at the tip of the glans penis. A loose fold of skin, called the prepuce, or foreskin, covers the glans penis.

sumber ;

http://training.seer.cancer.gov/module_anatomy/images/illu_repdt_male.jpg&imgref